Hidup ini harus dihargai, sama seperti kita menghargai sebutir nasi. Apa
yang saya lihat kemarin merupakan suatu kesedihan, menjadi pikiran saya
selama beberapa hari hanya karena seseorang membuang nasi ke dalam tong
sampah.
Bukan ingin memuji diri sendiri, tapi saya memang menempatkan diri
sebagai sebutir nasi, itu sebabnya saya berusaha untuk tidak membuang
sebutir nasi pun. Ketika sedang menanak nasi, saya usahakan semua beras
masuk ke dalam panci, jangan sampai ada yang terbuang. Ketika sedang
mengambil nasi, saya usahakan untuk tidak menjatuhkan sebutir nasi pun.
Ketika selesai makan pun saya berusaha membersihkan piring dari
sisa-sisa nasi sehingga piring menjadi bersih, bukan hanya piring,
jari-jari pun tidak luput saya seruput dari sisa nasi. Itulah pengabdian
sederhana saya kepada sebutir nasi.
Maka terbayang bagi Anda bila saya melihat orang lain membuang nasi
dengan seenaknya. Sedih? Tentu saja T____T Membayangkan betapa beratnya
pekerjaan seorang petani untuk menghasilkan beras dan betapa sulitnya
orang-orang untuk membeli beras, membuat saya semakin menghargai sebutir
nasi. Tetapi mengapa bagi sebagian orang betapa mudahnya membuang nasi?
Entahlah, saya juga tidak tahu.
Pada hakekatnya membuang nasi atau makanan lainnya merupakan tindakan
pemubaziran, membuang-buang rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Banyak
macam himbauan yang menyebarkan informasi tentang sulitnya orang-orang
mendapatkan makanan, kelaparan, bahkan hingga meninggal karena laparnya,
tetapi banyak juga orang yang hanya merasa kasihan dan tidak berbuat
apa pun untuk lebih menghargai makanan.
Di sudut sana ada orang-orang yang sedang terlilit kesulitan dan
menderita kelaparan, mengais-ngais di antara sisa-sisa makanan,
mengonsumsi nasi aking yang tidak ada gizinya sama sekali, atau memakan
tumbuhan lainnya sebagai pengganti makanan pokok. Sedangkan di sudut
sana, orang-orang dengan ceria makan di tempat mewah, memesan segala
bentuk makanan yang tidak hanya bergizi tapi juga bernilai ekonomis
tinggi, dan mereka tidak perlu susah payah untuk mendapatkan makanan
kesukaannya, tinggal telepon, menggesek kartu atau membayar dengan
tunai, dan kemudian langsung menyantapnya.
Dunia ini memang selalu berada di dua sisi yang berbeda, saling
membelakangi, saling mencemburui, saling berkompetensi, dan harus ekstra
keras untuk saling melengkapi. Bagaikan pandangan yang berbeda dari
setiap orang tentang sebutir nasi. Kumpulan nasi yang tersedia di atas
piring, tinggal disantap untuk mengenyahkan rasa lapar. Menjadi kumpulan
berkah yang akan masuk menjalari darah, atau menjadi kesia-siaan dan
kemubaziran semata.
Kembali kepada Anda, bagaimana pandangan Anda terhadap sebutir nasi.
Saya jadi ingat tentang kalimat pendek yang sering diucapkan oleh orang
tua dulu ketika saya kecil dan sedang disuapi makan, "Ayo habiskan nasinya. Kalau tidak habis nanti nasinya nangis lho".
Saya mengerti sekarang, bila kita tidak menghabiskan nasi maka dia
benar-benar akan menangis, dan saya juga ikutan menangis. Jadi, bila
Anda benar-benar ingin berubah, benar-benar ingin menghargai sebutir
nasi, dan bukan hanya karena rasa kasihan sementara waktu, maka
berusahalah untuk memakan semua nasi yang ada di piring Anda, bila perlu
jangan sisakan sebutir nasi pun pada sendok atau tangan Anda.
Salam sejahtera semuanya, ingatlah untuk menghargai makanan apa pun yang Anda makan setiap hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar